PENJAGA ALAM, PENDOA DAN MUHSININ

 

Bang Zul
Rumah Transformasi Indonesia

Kerusakan lingkungan adalah kenyataan yang tidak bisa kita bantah. Salah satu sebab permasalahan ini adalah sikap manusia terhadap alam itu sendiri. Jika alam diposisikan sebagai makhluk Tuhan, sebagai subjek yang juga menjadi pelengkap di antara makhluk-makhluk Tuhan lainnya, maka manusia dan alam dapat hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Tetapi jika alam hanya diposisikan sebagai objek eksploitasi, maka alam akan rusak dan memberikan dampak-dampak buruk bagi manusia. Lalu, manusia seperti apakah yang diidealkan oleh sufi dalam upaya bersahabat dengan alam?. Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan perihal itu dalam tafsirnya. Tafsir Al-Jilani.   

Bagi sufi, alam adalah tempat bagi eksistensi segala wujud, selain itu ia juga menjadi tempat kerusakan (yang dilakukan oleh para perusak), sebelum datangnya ilmu pengetahuan. Pandangan ini ingin mempertegas bahwa kehadiran ilmu menjadi penanda awal tentang sikap menjaga atas alam semesta. Dengan demikian jelaslah sebenarnya perusak alam itu, dan apa yang hilang darinya?. Tentu saja, Ilmu. Ilmu yang asal muasalnya adalah Tuhan, melalui kitab suci yang disampaikan para Nabi. Ilmu itu sendiri dalam terminologi tasawuf adalah terhubungnya antara ilmu zahir dan ilmu batin. Dalam contoh misalnya, tumbuh-tumbuhan memiliki fungsi dan kemanfaatan secara nyata bagi manusia, namun secara batin tumbuh-tumbuhan itu pula adalah makhluk Allah yang tunduk dan bertasbih kepada Allah.

Perusakan atas alam yang dilakukan oleh orang yang tidak berilmu itu sejatinya adalah penentangan atas ilmu-ilmu yang bersumber dari Tuhan dan Nabi. Al-A’raf: 56, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi sesudah Allah memperbaikinya.” Menjaga alam adalah yang harus dilakukan setelah adanya pengajaran Allah pada makhluk, ditandai dengan diturunkannya para rasul pembawa risalah berikut kitab-kitab sucinya. Perintah menjaga alam telah menjadi satu kenyataan yang termaktub dalam kitab suci, ia juga adalah pesan kenabian, oleh karenanya, tidak sepatutnya perusakan atas alam dilakukan. Jika perusakan atas alam terus dilakukan, maka hal tersebut adalah pengabaian atas pesan Tuhan dan para rasul. Sebagai muara penghambaan segala makhluk, Allah harus menjadi tujuan segala perbuatan manusia.

Menjaga alam adalah salah satu wujud ibadah kepada Yang Maha Tinggi. Sikap tidak merusak alam mengandung makna ketundukan atas Allah Yang Maha Tinggi. Selain dalam sikap yang nyata, yaitu peduli terhadap lingkungan, ada perintah lain pada ayat yang sama, yaitu: “Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap.” 

Berdoa kepada Allah Yang Maha Suci adalah upaya untuk memohon perlindungan kepada Allah. Selain itu, berdoa juga adalah bentuk dari munajat (kepada) Allah. Dan, dalam berdoa: memohon perlindungan dan bermunajat itu, bagaimana seharusnya sikap hamba kepada Allah?. Yaitu, dengan Khawf dan Raja’, takut, penuh harap kepada Allah. Takut karena kemahakuasaannya, dan pembalasannya. Menjadi pribadi yang penuh harap dan yakin bahwa Allah akan menerima doa-doanya, karena keutamaan dan kemahabaikan Allah itu sendiri. Melalui doa-doa itu Allah akan menurunkan rahmat-Nya berupa jawaban atas doa para pemohon sebagai bentuk pertolongan dan kelembutan Allah.

Selain kepada orang yang berdoa dengan rasa takut dan penuh harap kepada Allah, rahmat Allah akan dekat pula kepada muhsinin (orang-orang yang melakukan kebaikan). Menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, yang dimaksud dengan Muhsinin ialah: mereka yang menyembah Allah seakan-akan mereka melihat-Nya, mereka yang beribadah (berdoa) karena rasa takut, malu, pada Allah Yang Maha Menguasai, penuh haraplah untuk memeroleh anugerah-Nya.

Untuk mencapai rahmat Allah, beradasarkan surah Al-A’raf: 56, menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani ada tiga idealitas manusia, yaitu: Yang tidak merusak alam, Pendoa yang penuh harap, dan muhsinin. Ketiganya dekat dengan rahmat Allah. Ketiganya pula saling menopang antara satu dengan yang lainnya. Yang menjaga alam, yang bersahabat dengan alam, dan orang-orang yang melakukan kebaikan. Yang paling nyata dari bentuk rahmat itu adalah memeroleh manfaat dari alam itu sendiri. Mereka yang menjaga alam adalah mereka yang juga taat dan tunduk pada hukum Allah dan rasulnya. Bentuk lain dari ketaatan karena menjaga alam adalah dengan cara berdoa kepada Allah dengan bersungguh-sungguh. Apa yang menghubungkan antara mereka yang menjaga alam, berbuat kebaikan dan pendoa yang khusyuk?, mereka sama-sama merasa seakan-akan melihat Allah dalam berbuat dan bersikap, setidaknya merasa disaksikan oleh Allah. Merekalah Muhsinin. Wa Allah A’lam bi Al-Shawab.

Gambar: dikotak.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALUMNI PESANTREN, KESEIMBANGAN DAN VISI BERSAMA

ALUMNI ADALAH KEKUATAN

MODERAT DAN RAHMAT