Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2020

KENAPA SYAIKH ‘ABDUS SHAMAD PALEMBANG MENULIS KITAB SIYAR AL-SALIKIN?

Gambar
Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Pada tulisan sebelumnya, kita sudah mendiskusikan tentang cara Syaikh ‘Abdus Shamad memulai untuk menulis, bagaimana konsistensinya menulis sebuah karya besar dalam kurun waktu sepuluh tahun. Ternyata semua bergantung pada niat awalnya, keyakinannya, bahwa Allah-lah yang meberikannya pertolongan: pada ide dan gagasan dalam karya-karya besarnya itu. Masih tentang Mukadimah Kitab Syaikh ‘Abdus Shamad, Siyar Al-Salikin , namun bagian ini lebih memfokuskan pada alasan kenapa karya ini ditulis? Kapan ditulis? Apa hubungannya dengan Kitab Lubab Ihya ‘Ulum Al-Din Karya Imam Al-Ghazali? Apa saja isinya?, apa maksud dan tujuannya melalui karya ini?. Pertanyaan-pertanyaan ini akan dijawab langsung oleh Syaikh ‘Abdus Shamad, dalam Mukadimahnya. Kalaupaun ada hal lain, itu hanya tambahan saja, menyesuaikan konteks kesejarahan Syaikh ‘Abdus Shamad dengan data-data yang ada. Sebelum menjelaskan maksud dan tujuannya saat menulis kitab Siyar Al-Salikin , Syai

SYARAH MUKADIMAH SIYAR AL-SALIKIN SYAIKH ‘ABDUS SHAMAD PALEMBANG

Gambar
Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Kitab berbahasa Melayu, berjudul Siyar Al-Salikin Ila ‘Ibadat Rabb Al-‘Alamin / jalan orang-orang menuju Tuhan dalam ibadah kepada Tuhan semesta alam. Itu judul yang ditulis oleh Syaikh ‘Abdus Shamad Palembang sendiri dalam Mukadimahnya. Ada perbedaan dengan judul di halaman sampul yang ditulis Siyar Al-Salikin Fi Thariqat Al-Sadat Al-Shufiyyah/ jalan orang-orang yang berjalan menuju Tuhan melalui cara para Ahli Tasawuf. Judul yang terakhir ini kemungkinan tambahan dari penerbit. Kitab ini memuat persoalan teologi, fikih dan tasawuf yang diterbitkan oleh penerbit Haramayn, dicetak di Singapura, Jedah dan Indonesia pada tahun 1953 M (1372 H). Karya ini menjadi karya monumental Syaikh ‘Abdus Shamad Palembang. Ditulis oleh Syaikh ‘Abdus Shamad sejak 1193 H/ 1778 M hingga 1203 H/1788 M. Berdasarkan data ini maka untuk menyelesaikan karyanya, Syaikh ‘Abdus Shamad membutuhkan waktu sepuluh tahun. Dengan memosisikan Syaikh ‘Abdus Shamad palembang sebag

MODERAT DAN RAHMAT

Gambar
  Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Pada pembahasan sebelumnya kita telah mendiskusikan manusia melalui pendekatan tematis Al-Qur’an. Pada pembahasan tersebut kita mendapati makna manusia yang beragam. Manusia secara fisik-biologis ( Al-Basyar ), manusia secara sosial ( Al-Nas ), dan manusia yang telah terhimpun padanya aspek badaniah, ruh, jiwa dan akal ( Al-Insan ). Ketiganya adalah satu kesatuan. Dalam kebersatuan itulah, antara ketiga bagian tersebut saling memengaruhi antara satu dan lainnya, namun demikian, naluri “Insan”-lah yang kita harapkan mendominasi pada diri kita semua. Yaitu, manusia yang berakal, beragama dan berkebudayaan. Yang mampu memosisikan dirinya secara seimbang dalam kehidupan sehari-hari.   Keseimbangan atau berada di posisi tengah, seringkali diistilahkan dengan kata moderat. Dalam Bahasa Arab disebut sebagai “ wasath ” (berada di posisi Tengah). Berkaitan dengan hal tersebut, Al-Qur’an surah Al-Baqarah: 143 menyebut kata itu, sebagaimana berikut: “ Dan

MANUSIA DAN IBADAH

Gambar
Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Di tulisan sebelumnya, kita telah mendiskusikan “manusia” dalam maknanya sebagai makhluk biologis, dengan menggunakan kata kunci “ Al-Basyar ” yang terdapat di dalam surah Al-Kahfi : 110. Bagian ini merujuk manusia dalam bentuk kata yang lain, yaitu “ Al-Ins ”, yang seringkali dimaknai sebagai manusia yang telah memiliki ruh dan jiwa, yang menjadi khalifah di muka bumi. Dengan makna ini, lalu apa hubungannya manusia dengan fungsinya sebagai hamba di hadapan Tuhan, sebagai alasan bagi penciptaannya. “ Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” ( Al-Dzariyat : 56). Dalam rangka menjelaskan fungsi penghambaan manusia itu, Al-Sulami, seorang mufassir-sufi, berusaha untuk menjelaskan makna ayat di atas. Di awal kalimat dalam penafsirannya, Al-Sulami terlebih dahulu menjelaskan tentang tanda-tanda utama penghambaan kepada Allah. Dengan mengutip pendapat Muhammad bin Hamid, Al-Sulami menyampaikan lima pokok pengham

ARGUMEN KENABIAN, AL-BASYAR DAN AL-KAHFI: 110

Gambar
Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Pencarian makna tentang makna manusia tidak pernah berhenti, terus didiskusikan dan ditulis dibanyak tempat dan dengan berbagai pendekatan. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini adalah usaha untuk melengkapi dan mendiskusikan kembali tentang bagaimana manusia seharusnya didefinisikan. Al-Qur’an punya argumen tentang itu, melalui penafsiran atas surah Al-Kahfi : 110. Al-Kahfi : 110 adalah ayat Al-Qur’an yang turun di Mekah. Berdasarkan cirinya ayat-ayat Makiyyah seringkali menggunakan bahasa yang lebih tegas dibanding surat-surat yang turun di Madinah. Selain tegas, pesan ayat-ayat Makiyyah banyak berbicara tentang ketauhidan, keimanan, kenabian, hari kebangkitan, hari akhir, hari pembalasan, argumen-argumen Al-Qur’an atas orang-orang musyrik dan ayat-ayat tentang alam dan kekuasaan Allah. Seperti yang disampaikan oleh Manna’ Al-Qaththan dalam Mabahits Fi ‘Ulum Al-Qur’an . Lalu Apa hubungannya dengan surah Al-Kahfi : 110? Al-Kahfi : 110 t

AL-SULAMI, AL-JILANI DAN ALAM RAYA YANG BERTASBIH

Gambar
Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Apakah semua makhluk bertasbih kepada Allah?. Jawabannya: Ya. Apa argumen Al-Qur’an tentang ini? Surah Al-Isra ayat 44. Terjemahan Al-Isra: 44 menurut versi Kementerian Agama RI adalah sebagai berikut: “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan dengan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.” Melalui ayat ini kita memeroleh keyakinan bahwa alam raya adalah makhluk Allah yang (juga) bertasbih. Bertasbih itu menjadi tanda ketundukan dari “yang diciptakan” kepada “Yang Menciptakan.” Siapa subjek yang melakukan tasbih itu?. Tentu saja semua makhluk-Nya. Manusia, alam raya dan seisinya. Manusia dengan segala macam bentuk tasbih-Nya kepada Allah adalah mudah untuk memahaminya, bahkan mungkin melakukannya dalam berbagai bentuk varian bacaan tasbih. Tapi bagaimana makhluk Allah yang lain, selain manusia, tuju

PENJAGA ALAM, PENDOA DAN MUHSININ

Gambar
  Bang Zul Rumah Transformasi Indonesia Kerusakan lingkungan adalah kenyataan yang tidak bisa kita bantah. Salah satu sebab permasalahan ini adalah sikap manusia terhadap alam itu sendiri. Jika alam diposisikan sebagai makhluk Tuhan, sebagai subjek yang juga menjadi pelengkap di antara makhluk-makhluk Tuhan lainnya, maka manusia dan alam dapat hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Tetapi jika alam hanya diposisikan sebagai objek eksploitasi, maka alam akan rusak dan memberikan dampak-dampak buruk bagi manusia. Lalu, manusia seperti apakah yang diidealkan oleh sufi dalam upaya bersahabat dengan alam?. Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan perihal itu dalam tafsirnya. Tafsir Al-Jilani .     Bagi sufi, alam adalah tempat bagi eksistensi segala wujud, selain itu ia juga menjadi tempat kerusakan (yang dilakukan oleh para perusak), sebelum datangnya ilmu pengetahuan. Pandangan ini ingin mempertegas bahwa kehadiran ilmu menjadi penanda awal tentang sikap menjaga atas alam semesta. D