ALUMNI PESANTREN, KESEIMBANGAN DAN VISI BERSAMA
Bang Zul
Rumah Transformasi Indonesia
Kapasitas
dan integritas santri, murid dan siswa itu lebih bisa diukur pasca pendidikan:
setelah lulus belajar. Pasalnya, anasir perubahnya banyak: tentang kegalauan
memilih kerja atau kuliah, masa-masa awal perintisan karir dan usaha, juga soal
kesibukan-kesibukan baru di dunia kampus. Pada fase ini, alumni diuji
konsistensi dan keistikamahannya. Masihkah bersikap lurus, jujur, berfikir rasional dan bertanggung jawab,
seperti konstruksi sekolah dan pesantren pada umumnya. Ataukah mengikuti arus
pragmatisme dunia kerja dan usaha yang bergerak atas dasar hitung-hitungan hasil
dan keuntungan. Tetapi apa benar demikian?
Ternyata,
fakta di atas itu tidak sepenuhnya benar. Ada fakta lain yang saya temukan.
Masih ada sekelompok alumni, sebagian
besarnya mahasiswa dan sebagian lainnya adalah mereka yang sebenarnya sudah
sibuk bekerja tapi masih bersemangat mengurusi perkumpulan alumni. Salah satu
bentuknya adalah menyelenggarakan sebuah acara bertajuk: Buka Puasa Bersama
Keluarga Besar Alumni Pondok Pesantren Al-Mujahidin Samarinda: Eratkan
Silaturahmi menuju Kebersamaan untuk Kemajuan Generasi Millenial yang
diprakarsai oleh Ikatan Keluarga Alumni Pondok Pesantren Al-Mujahidin Samarinda
dan didukung penuh oleh para guru dan pengurus OSIS Madrasah Aliyah.
Acara buka bersama ini tidak biasa.
Ia adalah acara yang berhasil merekatkan simpul-simpul jaringan alumni yang
melintasi batas-batas wilayah, tahun dan angkatan. Alumni yang baru lulus bisa
bertemu alumni-alumni senior. Rangkaian acaranya cukup banyak: mulai dari
khataman Al-Qur’an, Supervisi IKA PPM Al-Mujahidin, Selawat Maulid Al-Habsyi, Tausiyah
Pengurus Yayasan, Haul Jamak Para Pendiri Pesantren, dan ramah tamah antar
alumni. Acara yang juga dihadiri masyarakat sekitar ini sebenarnya sudah
cukup menjadi penanda bagi
banyak hal: solidaritas dan semangat organisatoris alumni yang semakin
meningkat, serta adanya
dukungan yang kuat secara kelembagaan terhadap kegiatan-kegiatan alumni.
Semangat
filantropis alumni memang harus terus mengembang menjadi gerakan-gerakan sosial
yang lebih masif. Dari mana kiranya energi dan bahan bakar sosial itu kita dapat?.
Banyak, dari mempelajari nilai-nilai dan moralitas agama. Secara teknis kita
juga bisa mencontoh dan mengadaptasi gerakan-gerakan alumni dari pesantren-pesantren
yang lebih dulu maju gerakan alumninya. Soal itu, kita bahas itu satu persatu.
Alumni
dan Energi Pergerakannya
Di
acara sore itu, saya diminta oleh Ketua IKA PPM untuk menyampaikan historisitas
IKA PPM. Dalam kesempatan itu, saya bercerita sejarah lahirnya IKA PPM dengan
terlebih dahulu menjelaskan sebuah perkumpulan alumni Pesantren Al-Mujahidin
yang kuliah di berbagai kampus di Indonesia bagian Barat sejak tahun 2006. Ada
nama IKAMUJA (Ikatan Keluarga Al-Mujahidin di Jawa) yang menghimpun
alumni-alumni Pesantren Al-Mujahidin yang melanjutkan studi melalui beasiswa
Kementerian Agama RI. Mereka adalah alumni Pesantren Al-Mujahidin dari berbagai
perguruan tinggi, seperti: Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Darul
Qur’an dan Universitas Surya Serpong. Barulah secara resmi, pada tahun 2014
alumni Pesantren Al-Mujahidin lintas angkatan berkumpul di Samarinda, di
Pesantren Al-Mujahidin dan menghadap kepada ketua Yayasan KH. Abdul Rasyid
untuk memohon izin dan restu dalam pembentukan IKA PPM. Sejak saat itu, ditandai
dengan Musyawarah Besar, terbentuklah IKA PPM Samarinda sebagai organisasi
resmi alumni Pondok Pesantren Al-Mujahidin. Dari sinilah gerakan-gerakan penguatan internal
alumni dimulai: acara silaturahim tahunan dan pendataan para alumni.
Dengan
memerhatikan fakta-fakta yang ada, dan jumah alumni yang beragam keahliannya,
idealnya kita bisa membaca dan mengetahui potensi dan kekuatan pesantren. Secara
prinsipil, pesantren Al-Mujahidin mengembangkan dua visi sekaligus: visi
religius dan visi sains pada saat yang bersamaan, tidak dikotomis, dan saling
bersesuaian. Bukti nyata dari visi itu, dapat dikatakan terwujud. Banyak
alumni-alumninya yang diterima di pelbagai perguruan tinggi terbaik di negeri
ini. Di berbagai jurusan, tidak hanya jurusan keagamaan saja. Banyak juga yang
diterima di jurusan-jurusan sains dan teknologi. Kenyataan yang sepantasnya
kita syukuri.
Visi
pesantren Al-Mujahidin Samarinda yang integratif itu juga membuka ruang bagi
kesempatan-kesempatan alumni untuk menjadi religious leaders (Pemimpin
Keagamaan) sekaligus ahli di berbagai disiplin keilmuan, baik di bidang
keagamaan dan atau bidang-bidang umum lainnya. Bukti-bukti tentang ini juga
banyak: ada ulama, dosen, guru, pengusaha, tenaga ahli dan profesi-profesi
lainnya yang lahir dari sistem yang dikembangkan pesantren. Menurut saya,
semangat itu adalah wujud dari sebuah pelaksanaan nilai-nilai agama: kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat. Dari sini jelas kiranya karakteristik dasar
keilmuan Pesantren Al-Mujahidin Samarinda. Sesuatu yang kemudian harus
diterjemahkan sebagai basis nilai pergerakan IKA PPM Samarinda.
Di
acara sore menjelang senja itu ada hal-hal yang sebenarnya belum sempat saya
sampaikan, karena waktu yang memang tidak memungkinkan. Yaitu penjabaran
tentang keseimbangan. Sesuatu yang menurut saya paling pas dijelaskan dalam
banyak konteks. Sederhananya, pembahasan ini berusaha untuk menggali pesan
agama tentang kehidupan yang seiring sejalan, antara dunia dan akhirat.
Praktisnya, jika dunia penuh sesak tentang urusan makan dan kedudukan saja,
maka perlu penambahan moralitas agama agar ia bernilai ibadah. Begitu juga
sebaliknya, agama tidak hanya berlaku di mesjid, tetapi juga di seluruh aspek
kehidupan. Ini yang saya maksud dengan, tema yang sesuai dalam banyak konteks.
Sebagai pribadi, sebagai civitis akademik, sebagai warga pesantren, sebagai
masyarakat dan sebagai alumni. Karena memang unsur-unsur itulah yang hadir di
sore itu. Khusus untuk alumni dan energi gerakannya. Tugas paling pertama
adalah kemampuan untuk menerjemahkan nilai-nilai Pesantren yang menjalankan
nalar moderat dalam pengembangannya: Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Al-Nahdhiyyah. Prinsip yang menjadi inti dan titik pijak
pengembangan-pengembangan pesantren sekaligus alumni-alumninya.
Untuk
menghindari kesan asumtif soal energi gerakan alumni. Perlu kiranya, saya kutip
ayat Al-Qur’an dan tafsirnya tentang keseimbangan yang sudah saya sebut di atas
sebagai bagian dari jalan moderasi dalam pengembangan pesantren yang de
facto terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama. Organisasi Islam terbesar yang
juga secara hierarkis mengembangkan moderasi Islam. Pesantren Al-Mujahidin ada
di garis struktur dan kultur ini. Dan Tawazun atau keseimbangan menjadi
prinsip pentingnya.
Argumen
tentang keseimbangan, secara teknis tergambar dalam al-Qur’an, Surah al-Qashash, ayat 77: “ Dan carilah (pahala) negeri
akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah
kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah kepada orang lain
sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Dari sini, sudah dapat ditangkap makna Al-Qur’an tentang cara-cara seimbang
memaknai dunia dan kehidupannya, yaitu: tujulah akhirat, jangan lupakan dunia,
berbuat baik kepada orang lain, dan jangan berbuat kerusakan. Meskipun penjelasan
ini belum cukup memadai untuk dapat menghubungkannya dengan visi misi gerakan
dalam kehidupan. Kita butuh penafsiran yang lebih jauh. Untuk alasan itulah,
penjelasan kitab tafsir sangat diperlukan. Demi tersambungnya sanad keilmuan, saya
mengutip pendapat kitab tafsir karya ulama Sunni Nusantara, Syaikh Nawawi
Al-Bantani. Nama Kitabnya: Marah Labid Li Kasyf al-Ma’na al-Qur’an. Selesai
ditulis pada tahun 1888 M, diterbitkan oleh penerbit Timur Tengah dan
Indonesia. Yang paling penting disini adalah, Syaikh Nawawi adalah Ulama
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Tentang Al-Qashas: 77 ini, Syaikh Nawawi
al-Bantani menjelaskan tentang makna-makna penting: Carilah (pahala) negeri
akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu, bermakna pencarian pahala
untuk tujuan akhirat atau yang bisa mengantarkan ke surga, seperti bersedekah,
silaturahmi, memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian dan menafkahi
orang-orang yang membutuhkan; tetapi jangan lupakan bagianmu di dunia,
berarti perintah untuk tidak meninggalkan pekerjaan di dunia untuk kepentingan
akhirat dan mencari apa yang dibutuhkan
untuk kehidupan dunia; dan berbuat
baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, menurut
Syaikh Nawawi ayat ini bermakna anjuran untuk berbuat baik kepada hamba-hamba
Allah, karena Allah telah berbuat baik kepada kita semua melalui nikmat-Nya. Beberapa
bentuk kebaikan (Ihsan) itu adalah: menolong dengan harta, dengan
kedudukan, bertemu dan saling mengingat dalam kebaikan; yang terakhir, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi, dengan melakukan kemaksiatan,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.
Kerusakan yang dilakukan oleh manusia itu, akan dibalas oleh Allah sesuai
dengan apa yang dilakukannya. Baik sebagai individu, bagian dari masyarakat
atau bahkan lembaga sekalipun, rasanya bisa menerima universalitas nilai dan
kandungan ayat ini.
Melalui argumen ini, saya hendak mengatakan dan
mengingatkan diri saya sendiri juga para alumni pesantren bahwa dunia hanya sekedar
wasilah, jalan atau sarana menuju akhirat. Namun, demikian keduanya harus kita
jalankan dengan maksimal. Seperti doa kita setiap hari: Rabbana Atina fi
al-Dunya Hasanah wa fi al-Akhirati Hasanah, wa Qina ‘adzab al-Nar.” Karena kita tidak bisa terlepas dari prinsip keseimbangan, menjadi wajib bagi kita untuk menganggap tugas sosial
kemanusiaan (termasuk soal keberlangsungan dan keberlanjutan pengamalan ilmu
melalui perkumpulan alumni) sebagai pengabdian yang di dalamnya terdapat nilai
ibadah sekaligus. Meskipun, pesan utamanya tentu jauh lebih luas dan sangat universal.
Dari sini menjadi semakin jelas apa yang harus
diperjuangkan oleh alumni berdasar pada nilai dan prinsip yang koheren dan
relevan dengan apa yang juga diperjuangkan oleh Pesantren. Gerakan alumni harus
seiring sejalan dengan visi Pesantren yang berhasil menyeimbangkan dua kutub
keilmuan: ilmu agama dan sains. Secara sosial keagamaan, tidak ekstrim kanan,
tidak pula ekstrim kiri. Moderat. Semangat itulah kiranya, yang juga
diperjuangkan oleh para ulama-ulama pesantren kita. Singkatnya, apapun gerakan
alumni, Ia tidak bisa terlepas dari poros utamanya: nilai-nilai Ahlus Sunnah
wal Jama’ah al-Nahdhiyyah dan visi misi pesantren itu sendiri. Darimana semua
itu berasal?. Dari moralitas agama yang holistik. Dengan cara demikian dan dengan
kenyataan potensi alumni yang beragam itulah, kita patut berharap
perubahan-perubahan positif sosial keagamaan, baik secara internal maupun
eksternal akan terlaksana dengan baik dan maksimal. Tugas pengurus alumni selanjutnya
adalah meramu keberagaman kemampuan yang dimiliki para alumni secara seimbang.
Hanya dengan cara itu kita bisa maju bersama, duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi.
Arah Gerakan Alumni
Dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip di
atas, gerakan alumni bisa diterjemahkan pada berbagai bidang: spiritual, intelektual,
sosial dan ekonomi. Secara teknis-implementatif kegiatannya bisa sangat
beragam. Sesuatu yang bisa kita musyawarahkan, tentu saja dengan mengukur
kemampuan kita sendiri.
Selanjutnya, arah gerakan alumni harus berfungsi pada dua tujuan sekaligus, yaitu: penguatan
internal, sekaligus memaksimalkan peran sosial kemasyarakatan (eksternal).
Penguatan internal berarti memberi makna pada kehadiran alumni tentang
kontribusinya bagi seluruh warga pesantren, termasuk alumni-alumni itu sendiri.
Bagi alumni, secara alamiah, perkumpulan atau silaturahmi itu telah memberikan
manfaat dan kerjasama di berbagai bidang. Hal itulah yang patut dikatakan
keberkahan menyambung tali persaudaraan. Yang juga penting, gerakan alumni
hendaknya menjadi wadah yang mampu mempromosikan pesantren dan semua struktur
pendidikan yang ada di dalamnya. Selain, sebagai informan tentang informasi
pendidikan, semisal kesempatan beasiswa pendidikan lanjutan bagi santri-santri
Pesantren. Bahkan, kalau perlu memberikan asistensi kepada santri-santri yang
akan lulus. Lebih ideal lagi, alumni menjadi bagian yang berperan di
tengah-tengah masyarakat. Sebuah kesadaran yang harus dimiliki, baik secara
individu, kultural dan atau struktural. Inilah yang nyata, yang bisa dilakukan
oleh alumni. Jika fase-fase awal ini bisa kita lewati dengan baik, soal
program-program besar lainnya, pasti jauh lebih mudah. Dengan cara inilah, kita
akan tahu seberapa besar kita. Kepada siapa kita bisa berharap untuk dapat
memainkan peran itu dengan baik?. Kepada IKA PPM dan seluruh perangkat yang
dimilikinya. Juga kepada semua yang pernah belajar di Pesantren Al-Mujahidin
Samarinda.
x
Komentar
Posting Komentar