TELADAN DAGANG GURU SEKUMPUL

                                                       

Bang Zul
Rumah Transformasi Indonesia 

Di Martapura, Kalimantan Selatan, masyhur seorang ulama besar bernama KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani, masyarakat biasa menyebutnya Abah Guru Sekumpul atau Guru Sekumpul. Guru Sekumpul merupakan ulama kharismatik yang dicintai umat, untuk membuktikannya tidak sulit. Di Kalimantan selatan khususnya, akan sangat mudah dijumpai foto dan gambar Guru Sekumpul. Di banyak rumah, warung dan restoran memajang foto, gambar dan lukisan Guru Sekumpul. Karisma dan kesan-kesan keulamaannya seperti menyatu, menjadi penciri simbolis masyarakat Muslim Banjar di Kalimantan. Selain itu ada pula kaset, video-video ceramah dan pembacaan Syair Maulid Al-Habsyi yang dipimpinannya tersebar luas, “mengalir” dari kota hingga pelosok-pelosok kampung, terdengar syahdu di rumah-rumah masyarakat dan masjid, biasanya terdengar mengalun sebelum adzan maghrib, berfungsi mengumpulkan masyarakat sebelum acara-acara keagamaan dan perayaan hari besar Islam. Fakta ini tentu saja mengkonfirmasi “kepengikutan dan penerimaan” umat atas ajaran dan jalan dakwahnya yang mengagumkan itu.

Tidak mudah menulis tentang Guru Sekumpul. Ada banyak kemungkinan dan sisi yang dapat dielaborasi secara mendalam tentang Guru Sekumpul. Kedalaman ilmunya pada bidang Akidah, Fikih, Tasawuf, Tafsir dan Hadis, begitu pula misi perubahan sosialnya melalui tarekat Samaniyyah dan Maulid al-Habsyi yang hampir pasti diikuti oleh ribuan hingga puluhan ribu jama’ah di majelis yang dipimpinnya adalah salah satu kerumitan tersendiri untuk mendefinisikan beliau. Di dalam dirinya terdapat kelembutan hati, kesejukan kata dan kebijaksanaan tindakan. Dakwahnya lengkap: dengan lisan, tulisan dan perbuatan. Inilah barangkali, legitimasi moral-sosial yang dimilikinya, sehingga sampai ketiadaannyapun (wafatnya), semenjak 2005 lalu, acara haulnya selalu dipenuhi jama’ah dari berbagai daerah. Banjarmasin Post merilis sekitar 750.000 jama’ah yang hadir ke Sekumpul pada haul ke-12 tahun 2017, memenuhi Mushalla Al-Raudhah, jalan-jalan, gang-gang dan kompleks sekitar Sekumpul. Bagi saya, ini adalah salah satu karomah Guru Sekumpul, yang tidak perlu berpanjang kalam untuk mengiyakannya.

Diantara banyak sisi itulah, saya hanya akan menulis sekelumit tentang Guru Sekumpul dan usaha perdagangannya. Sebuah ikhtiar manusia pilihan untuk kehidupan, memberikan dan melipatgandakan kebaikan di dunia dan akhirat. Sesuatu yang sah dan lazim, sesuai pesan Al-Qasas: 77. Saya yakin benar berdasar pada kompleksitas keilmuan dan teladan Guru Sekumpul, hanya akan melahirkan inti dan makna terdalam pula tentang kehidupan, termasuk di dalamnya bagaimana menciptakan semangat etik dalam perolehan (perdagangan)?. Hal ini penting dan perlu. Terlebih dalam kondisi dunia yang semakin pragmatis dan berorientasi keduniaan.   

Dalam sebuah jurnal penelitian: Ilmu Ushuluddin, yang dirilis oleh Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari pada tahun 2012 dengan judul “Karisma K.H. Muhammad Zaini Abdul Ghani dan Peran Sosialnya (1942-2005),” oleh Mirhan AM menyebutkan bahwa Guru Sekumpul berperan secara sosial di bidang ekonomi. Untuk membuktikannya, Mirhan mendaftar beberapa usaha Guru Sekumpul sekaligus menjelaskan bagaimana unit usaha itu dikembangkan. Berdasarkan data yang berhasil didokumentasikannya, Guru Sekumpul mengembangkan ekonomi masyarakat dengan menanamkan modal kepada orang lain untuk berdagang kebutuhan sehari-hari (sembako). Usaha ini kemudian dilaksanakan dan dijalankan oleh muridnya yang bernama H. Aini di Pasar Lima Banjarmasin semenjak tahun 1978 hingga 1990 dengan perjanjian kesepakatan keuntungan dibagi dua. Dari hasil usaha inilah, Guru Sekumpul bisa menyempurnakan rukun Islam dengan ibadah Haji dengan membawa serta beberapa keluarganya. Selain untuk beribadah, keuntungan yang diperoleh digunakan pula untuk memulai usaha baru, yaitu usaha jual beli permata yang diamanatkan kepada dua murid beliau, yaitu H. Suhaidi dan H. Yusuf. Melalui usaha permata inilah, menurut KH. Muhammad Irsyad Zein, Guru Sekumpul memeroleh kelebihan keuntungan yang kemudian dimanfaatkan untuk membangun rumah, mushalla Al-Raudhah dan kepentingan berderma, membantu masyarakat. Yang menarik dari usaha jual beli permata adalah, beliau secara langsung mengenakan cincin permata. Jika ada muridnya yang tertarik dengan cincin permata yang dikenakan oleh Guru Sekumpul, beliau tidak lantas menentukan harga. Muridlah yang menentukan harga cincin tersebut, berapapun harganya beliau akan menerima, yang terpenting adalah muridnya senang karena memiliki cincin yang pernah dipakai oleh sang guru.

Selain perniagaan di bidang sembako dan mutiara. Guru Sekumpul pula mengembangkan usaha di bidang jual beli mobil yang dilaksanakan oleh H. Zainuddin Salim (H. Udin Mutia). Usaha ini berkembang dengan baik, dari semula yang hanya menjual beberapa mobil menjadi puluhan mobil. Yang terakhir dari usaha Guru Sekumpul adalah percetakan yang dijalankan oleh H. Hartani. Percetakan ini banyak mencetak buku-buku amalan keagamaan, seperti: BurdahDala’il dan Wirid. Usaha ini kemudian berkembang sampai hari ini dengan nama perusahaan Al-Zahra, yang juga dijalankan oleh muridnya bernama H. Ahmad Ridwan.

Kalaulah saya boleh mengambil makna dan nilai-nilai dari beberapa fakta tentang usaha yang diinisiasi oleh Guru Sekumpul tersebut di atas, maka makna dan nilai etik perdagangan Guru Sekumpul tersimpul dalam empat hal, yaitu: (1) relasi yang baik antara guru dan murid, tidak hanya dalam soal ilmu tetapi juga penerapan atas ilmu; (2) usaha dan perniagaan harus menjunjung tinggi keadilan dan dijalankan atas dasar kesepakatan dan saling percaya; (3) perdagangan harus memberikan manfaat langsung bagi banyak orang; (4) salah satu jenis usaha yang baik adalah usaha yang turut serta dalam pengembangan dan pelestarian tradisi-tradisi keagamaan di tengah-tengah masyarakat.

Empat hal di atas, selain merepresentasikan pola dan model usaha yang dikembangkan oleh Guru Sekumpul, ia juga menjadi tanda bagi terhubungnya “tali temali” ilmu, etika agama dan sosial-ekonomi. Untuk menemukan keberkahan dalam perniagaan misalnya, kerjasama usaha harus dibangun atas dasar keadilan, mewujud melalui adil, baik kualitas maupun kuantitas. Tentu saja berdasarkan dengan kesesuaian dengan modal, pembagian kerja yang adil, seimbang dan proporsional. Perdagangan semacam inilah yang akan berdampak positif pada banyak hal. Terhubungnya kesadaran psikologis berupa kebersamaan, kebersatuan yang tentu saja akan menjadi modal sosial bagi keberlangsungan usaha dan perniagaan. Jika kesadaran ini “berpendar” ke banyak pihak pada rantai-rantai perdagangan: pemilik modal, pelaksana usaha dan konsumen, maka yang terjadi adalah transformasi moral, sosial dan ekonomi. Inilah kiranya, isyarat Ilahi pada Q.S Al-Nisa: 4: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka/keridaan di antara kamu....”.

“Perdagangan yang berlaku atas dasar keridhaan” menjadi kalam pamungkas Al-Qur‘an tentang perdagangan. Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jilani memaknainya sebagai perdagangan “mu’awadhah Hashilah,” yaitu perdagangan yang berorientasi pada kerelaan dan kepuasan. Karena hanya dengan perdagangan semacam inilah akan diperoleh keberkahan berupa saling ridha (muradhah) yang bermuara pada ketenangan jiwa, oleh karena tiadanya tipu dan dusta. Inilah kiranya yang menjadi kesimpulan sekaligus tawaran metodis dari doa sapu jagat yang kita panjatkan setiap hari: kebaikan di dunia dan akhirat. Idealitas perniagaan ini tidak sulit, tidak pula melangit. Sesungguhnya, Guru Sekumpul adalah bukti yang nyata. [MJ] 

Foto: Instagram ala_nu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALUMNI PESANTREN, KESEIMBANGAN DAN VISI BERSAMA

ALUMNI ADALAH KEKUATAN

MODERAT DAN RAHMAT