PEDAGANG, PASAR DAN TRANSFORMASI

 

Bang Niaga
Rumah Transformasi Indonesia


Pasar tradisional menjadi urat nadi ekonomi rakyat kelas menengah. Secara sederhana, pasar adalah wadah transaksi para pedagang, tempat menjual sekaligus membeli. Meskipun secara substansi, pasar (baca: aktivitas perdagangan) tidak sesederhana itu. Dalam sejarahnya, pasar berperan penting dalam menciptakan transformasi-transformasi sosial kemasyarakatan. Dalam studi sejarah Islam, kita mengingat benar bahwa Muhammad ibnu ‘Abdillah adalah pedagang ulung yang ajaran akhlaknya berhasil mengangkat dirinya sebagai orang pilihan Tuhan. Untuk alasan itulah, ia digelari al-Amin, yang terpercaya oleh masyarakatnya. Selain sebagai penanda integritasnya, kejujuran Nabi Muhammad juga memiliki efek transformatif yang mengagumkan dalam perjalanan dagangnya, sehingga wajar ia dikenal luas di pasar internasional: Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab lainnya adalah bukti reputasinya. Sebuah prestasi prestisus yang dicapainya, bahkan sebelum nubuwwah/ masa kenabian.

Dalam kasus Indonesia, kita juga akan menemukan data-data sejarah tentang transformasi yang dilakukan oleh pedagang-pedagang lintas negara di Nusatara. Pedagang-pedagang inilah yang pada gilirannya berhasil menyebarkan nilai dan ajaran, termasuk agama Islam kepada masyarakat Nusantara. Dua bukti yang cukup untuk menjelaskan bahwa pedagang dengan pasarnya mampu menjadi pelopor gerakan transformatif di tengah-tengah masyarakat.

Di pasar, khususnya pasar tradisional, mudah kita jumpai “bahan bakar” transformasi yang patut untuk disadari. Beberapa diantaranya adalah: modal ekonomi dan modal sosial. Tidak ada yang membantah, pasar berhasil menjadi basis gerakan ekonomi rakyat, pedagangnya cenderung tahan banting. Pada beberapa fase krisis ekonomi Indonesia, pedagang pasar tetap bertahan dalam krisis. Daya tahan pedagang tradisional ini cenderung lebih kuat, karena ditopang biaya operasional usaha yang jauh lebih efisien, selain gaya hidup pedagang yang biasanya sederhana dan tidak berlebihan serta arif menggunakan hasil dan keuntungan. Selain itu, aktivitas pasar tradisional yang berkait kelindan dengan banyak pihak: pedagang, pembeli, penyedia barang (agen), karyawan, penyedia jasa angkut dan lain sebagainya menjadi mata rantai ekonomi yang saling menguntungkan. Jika pola ekonomi yang saling berkaitan ini dijalankan dengan baik dan benar dalam aturan-aturan nilai dan etik, ia adalah potensi besar terbentuknya komunitas ideal, paling tidak dalam hal ekonomi, sosial dan spiritual. Inilah yang ingin saya katakan sebagai transformasi dari pasar. 

Dengan mewujudkan idealitas-idealitas itu, perlahan tapi pasti, akan tercipta transformasi masyarakat yang seimbang: kesejahteraannya, sosialnya, kebudayaannya, serta ‘ubudiyah/ peribadatannya kepada Allah. Karena begitulah cara hidup yang diajarkan Tuhan: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupa bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan” [QS. 28: 77]. [MJ]

Gambar: pustakacompass.com    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALUMNI PESANTREN, KESEIMBANGAN DAN VISI BERSAMA

ALUMNI ADALAH KEKUATAN

MODERAT DAN RAHMAT